Dunia ini rumit, dunia
adalah panggung sandiwara. Itu semua topeng, palsu. Tak ada yang nyata. Aku
sudah muak dengan semua sandiwara ini. Terlebih jika sudah berurusan dengan
cinta, kasih sayang dan sebagainya. Hatiku sudah tertutup. Tak mudah bagiku
untuk berani membukanya. Lembaran-lembaran usang di masa lalu sudah cukup
membuatku menderita.
Menyibukkan diri dengan segala aktivitas kuliah. Tugas
serta laporan banyak menumpuk, aku harus menyelesaikannya segera. Kegiatan
kampus dari pagi hingga sore hari yang menguras tenaga ditambah lagi dengan
aktivitas asrama di malam harinya. Harusnya aku beruntung dengan kesibukan ini.
Setidaknya aku bisa melupakan kelamnya masa laluku.
Sebuah kesetiaan yang ku pegang teguh hingga sebuah
pengkhianatan yang akhirnya ku dapatkan sebelum semuanya terwujud. Mimpi-mimpi
yang ku susun sebelumnya musnah begitu saja. Marah? Pasti. Namun aku bisa apa,
aku lemah. Tak berdaya menghadapi kenyataan pahit ini.
Selepas wisuda sekolah, aku memutuskan untuk kembali ke
tanah kelahiranku. Terkesan menjadi seorang pengecut memang. Namun ini keputusan
yang ku rasa tepat bagiku. Aku tak mungkin berlama-lama disana, jauh dari
kampung halaman. Meski sebelumnya orang tuaku melarang dan memintaku untuk
bertahan beberapa bulan lagi bersamaan dengan mereka yang akan pindah tugas
kembali ke tanah Jawa.
“Dhani duluan aja ma, daripada disini terus. Bosan. Punya
waktu liburan empat bulan. Setidaknya aku bisa melepaskan segalanya dan mencari
suasana baru. Disana juga banyak teman-teman masa kecil yang selalu
menyenangkan.”, pintaku pada mama. Mama hanya mengangguk. Sepertinya menyerah
karena aku terus memaksanya untuk mengiyakan keputusanku.
“Kamu tinggal di rumah budhe dulu ya disana, ada Kiki
yang selalu kompak denganmu.”, balas mama dengan sedikit senyuman. Kiki ini
adalah anak budhe yang pertama dari dua bersaudara. Semasa kecil aku selalu
bermain dengannya, kompak dalam setiap hal yang kita lakukan. Tiap liburan
sekolah aku pasti ke rumahnya, begitu pun sebaliknya. Aku hanya mengangguk
menuruti kata-kata mama.
Aku berhenti sekolah setahun, tak apa. Masih ada tahun
depan. Aku hanya ingin melepaskan semua beban untuk sementara waktu. Mengisi
hari-hari dengan sebuah aktivitas yang dapat mengisi kekosongan hatiku.
Terkadang masa lalu terlalu pahit untuk dikenang. Dari
masa lalu aku akan belajar. Belajar yang namanya merelakan, mengikhlaskan, dan tetap
tegar seperti batu karang dalam menghadapi setiap permasalahan.
Aku yang lemah, mudah menyerah, pesimis, hari-hari yang
kelabu tak berwarna, kehilangan arah. Terjadi begitu saja. Sebuah perubahan
besar dalam diriku. Ia begitu saja meninggalkanku. Benar. Aku tak pernah tahu
mengapa, aku tak mudah memahami sebuah perasaan.
Aku bukanlah yang dulu. Sebisa mungkin setelah dua tahun
hidup dalam ketidakberdayaan, aku bangkit. Aku hanya bisa menghela nafas
panjang.
***
“Bagaimana bisa? Aku tak
yakin atas itu semua.”, aku kebingungan memikirkannya. Yah setidaknya aku telah
berusaha semampuku saat itu. Tak ada yang perlu disesali lagi. Biarkanlah dia
pergi.
Dulu pernah ada cinta
Dulu pernah ada sayang
Namun kini tiada lagi perasaan
Seperti dulu
Kini tiada lagi kisah
Cintaku tlah mati sudah
Hancur hatiku
Telah kau sakiti perasaanku
Entah kenapa begitu
perih rasanya ketika mendengarkan lagu ini. Terasa sesak ku rasakan. Kenangan
itu terlampau indah untuk dilupakan. Aku tak bisa.
Selepas kelulusanku dari jenjang SMA, aku belum punya
pilihan. Harus lanjut kemanakah aku setelah ini? Sempat tertarik dengan
dunia medis hingga bermimpi bekerja di direktorat pajak. Aah, angan-angan yang
terlampau tinggi. Aku sadar diri akan kemampuan yang kumiliki.
Aku akan menjadi
diriku sendiri

Komentar
Posting Komentar