Dunia ini rumit, dunia adalah panggung sandiwara. Itu semua topeng, palsu. Tak ada yang nyata. Aku sudah muak dengan semua sandiwara ini. Terlebih jika sudah berurusan dengan cinta, kasih sayang dan sebagainya. Hatiku sudah tertutup. Tak mudah bagiku untuk berani membukanya. Lembaran-lembaran usang di masa lalu sudah cukup membuatku menderita. Menyibukkan diri dengan segala aktivitas kuliah. Tugas serta laporan banyak menumpuk, aku harus menyelesaikannya segera. Kegiatan kampus dari pagi hingga sore hari yang menguras tenaga ditambah lagi dengan aktivitas asrama di malam harinya. Harusnya aku beruntung dengan kesibukan ini. Setidaknya aku bisa melupakan kelamnya masa laluku. Sebuah kesetiaan yang ku pegang teguh hingga sebuah pengkhianatan yang akhirnya ku dapatkan sebelum semuanya terwujud. Mimpi-mimpi yang ku susun sebelumnya musnah begitu saja. Marah? Pasti. Namun aku bisa apa, aku lemah. Tak berdaya menghadapi kenyataan pahit ini.
Senin, 15 Januari 2018. Hari pertamaku untuk melakukan observasi sekaligus kesempatan bagiku untuk menambah wawasanku. Sekolah ini tampak begitu familiar, tak asing lagi bagiku. Walaupun hanya setahun aku menghabiskan waktu disini, banyak kenangan berharga yang membekas dalam ingatanku. S etiap jengkal yang ada didalamnya sangatlah berarti untukku. Kini aku kembali lagi ke sekolah ini, bukan sebagai siswa, namun sebagai calon guru yang akan melahirkan generasi masa depan penerus bangsa. “Selamat pagi pak.”, ku sapa satpam dengan senyuman hangat. Beliau pun membalas senyumanku dengan senyuman ramah. Oke, yang pertama aku harus menemui kepala sekolah terlebih dahulu. Ruang kepala sekolah berada persis di sebelah ruang guru. Beliau menyambut ramah kehadiranku dan mempersilahkanku duduk. Bu Anik sapaan karib beliau, Bu Anik sudah mengetahui apa maksud dan tujuanku datang kemari karena beberapa hari sebelumnya aku sudah mengatarkan surat pengantar dari kampus da